MK Sebut Syarat Miliki Kursi DPRD Bertentangan dengan Pilkada yang Demokratis

JAKARTA,iDoPress - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait uji materi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang mengatur mengenai syarat pengajuan calon kepala daerah oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Dalam putusannya,MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) inkonstitusional. Oleh karenanya,syarat pengajuan calon kepala daerah oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol pada pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak berdasarkan penghitungan perolehan kursi DPRD.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 40 ayat 3 UU 10/2016 bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar Selasa (20/8/2024).

Baca juga: MK Ubah Threshold Pilkada DKI,Ambang Batas Jadi 7,5 Persen

Dalam pertimbangannya,Mahkamah menyatakan norma yang diatur pada Pasal 40 ayat 3 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 18 ayat 4 UUD NRI 1945 yang mengatur bahwa pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara demokratis.

Pasal 40 ayat (3) berbunyi,“Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ketentuan itu hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”.

“Adanya pengaturan demikian jelas membatasi pemenuhan hak konstitusional dari partai politik peserta pemilu yang telah memiliki suara sah dalam pemilu meskipun tidak memiliki kursi di DPRD. Sehingga mengurangi pemilihan kepala daerah secara demokratis sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 4 UUD NRI 1945,” kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih.

Sebab,keberadaan Pasal 40 ayat (3) yang mengatur parpol atau gabungan parpol harus memeroleh kursi DPRD baru bisa mengajukan pasangan calon kepala daerah dinilai menyebabkan suara sah parpol menjadi hilang karena tidak dapat menyalurkan aspirasinya. Padahal,Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 mengendaki Pilkada yang demokratis.

Baca juga: MK Putuskan Parpol Tanpa Kursi DPRD Bisa Usung Calon Kepala Daerah

Mahkamah lantas memaknai pilkada demokratis yang dimaksud pada Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 adalah membuka peluang kepada semua parpol peserta pemilu yang memiliki suara sah dalam pemilu untuk mengajukan calon kepala daerah.

Sehingga,menurut Mahkamah,masyarakat memiliki pilihan calon kepala daerah yang beragam dan tidak mengancam proses demokrasi karena potensi muncul calon tunggal kecil.

“Agar masyarakat dapat memeroleh ketersediaan beragam bakal calon sehingga dapat meminimalkan munculnya hanya calon tunggal,yang jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat,” ujar Enny.

Selain itu,Enny mengatakan,norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 sebenarnya sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004. Padahal,penjelasan pasal terseut telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK melalui putusan nomor 005/PUU-III/2005.

Baca juga: Kans Duet Anies-Ahok di Pilkada Jakarta Dianggap Terbuka Usai Putusan MK

Pasalnya,penjelasan Pasal 59 ayat 1 UU 32/2004 membatasi hak parpol atau gabungan parpol yang punya suara sah dalam pemilih karena dalam norma batang tubuhnya adanya penjelasan yang hanya menyatakan bahwa “ hanya parpol yang memiliki kursi di DPRD yang berhal mengusulkan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah”.

Namun,Enny menyebut,pembentuk undang-undang memasukkan kembali norma yang telah dinyatakan inkonstitusional tersebut pada Pasal 40 ayat 3 UU 10/2016.

“Oleh karenanya Pasal 40 ayat 3 UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan,sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945,” kata Enny.

Lebih lanjut,Mahkamah memutuskan Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 inkostitusional bersyarat. Sebab,pasal tersebut dinilai mengatur mengenai pengusungan pasangan calon sebagaimana Pasal 40 ayat 3.

Penafian: Artikel ini direproduksi dari media lain. Tujuan pencetakan ulang adalah untuk menyampaikan lebih banyak informasi. Ini tidak berarti bahwa situs web ini setuju dengan pandangannya dan bertanggung jawab atas keasliannya, dan tidak memikul tanggung jawab hukum apa pun. Semua sumber daya di situs ini dikumpulkan di Internet. Tujuan berbagi hanya untuk pembelajaran dan referensi semua orang. Jika ada pelanggaran hak cipta atau kekayaan intelektual, silakan tinggalkan pesan kepada kami.
©hak cipta2009-2020 Jaringan Informasi Kehidupan Lokal      Hubungi kami   SiteMap